
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti.
Aksaramedia.com, SAMARINDA – Di balik pesatnya pembangunan fisik di Samarinda, fenomena pernikahan dini dan nikah siri diam-diam menjadi ancaman serius terhadap masa depan generasi muda. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti persoalan ini sebagai kegagalan sistem dalam memberikan perlindungan hak-hak anak.
Data dari Kementerian Agama Samarinda menunjukkan tren pernikahan usia dini masih tinggi. Pada 2023 tercatat 116 permohonan dispensasi, 105 kasus di 2024, dan hingga Mei 2025 sudah mencapai 36. Namun, angka ini diyakini lebih besar karena praktik nikah siri sulit terdeteksi secara hukum.
“Pernikahan dini masih sering terjadi, bahkan dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh penghulu liar,” kata Puji.
Ia menyebut bahwa masih banyak keluarga yang menikahkan anak perempuan muda hanya karena alasan fisik, tanpa mempertimbangkan kesiapan mental dan emosional. Ini diperparah oleh minimnya edukasi tentang pentingnya pendidikan.
“Banyak yang berpikir sekolah tidak penting, yang penting bisa kerja, bisa hitung uang. Padahal dampaknya jangka panjang, terutama pada anak-anak dari pernikahan tersebut,” lanjutnya.
Akibat pernikahan dini, anak-anak perempuan kehilangan akses pendidikan, mengalami rawan putus sekolah, hingga berpotensi mengalami kekerasan rumah tangga.
Puji meminta agar pemerintah dan stakeholder tidak hanya fokus pada slogan “kota layak anak”, melainkan menciptakan kebijakan konkret seperti layanan konseling, ruang aman, dan edukasi keluarga.
“Kita perlu bicara lebih dalam, apa yang bisa kita berikan untuk anak-anak ini selain larangan. Karena mereka butuh ruang aman, bukan sekadar imbauan,” pungkasnya. *(Adv/DPRD Samarinda/gt)