
AksaraMedia.com | SAMARINDA – Komitmen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) dalam memberantas tindak pidana korupsi kembali dibuktikan. Dalam waktu kurang dari dua pekan sejak Assoc. Prof. Dr. Supardi, S.H., M.H dilantik sebagai Kepala Kejati Kaltim di Jakarta pada Rabu (16/7/2025), tim tindak pidana khusus (Pidsus) berhasil membongkar kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kabupaten Kutai Timur.
Kasus yang melibatkan PT. Kutai Timur Energi (KTE), anak perusahaan dari BUMD PT. Kutai Timur Investama (PT. KTI), kini menyeret nama MSN, Wakil Ketua Tim Likuidator PT. KTE, sebagai tersangka. MSN ditetapkan dan langsung ditahan oleh Kejati Kaltim atas dugaan penyalahgunaan dana dan aset perusahaan milik pemerintah daerah tersebut.
“Penetapan dan penahanan ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan dugaan korupsi yang dilakukan Tim Likuidator PT. KTE,” ujar Kasi 3 Ekonomi dan Moneter pada Asintel Kejati Kaltim, Alfano Arif Hartoko dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kejati Kaltim, Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang, Kamis (31/7/2025).
MSN resmi ditahan selama 20 hari ke depan dan dititipkan di Rumah Tahanan Kelas I Samarinda. Penahanan dilakukan setelah penyidik berhasil mengantongi dua alat bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan MSN dalam penarikan dana tanpa prosedur.
Kasus ini bermula dari investasi senilai Rp40 miliar yang dilakukan oleh PT. KTE ke perusahaan mitra, PT. Astiku Sakti, pada periode 2011-2012. Namun, setelah timbul persoalan hukum, dibentuklah Tim Likuidator yang dipimpin oleh HD dengan MSN sebagai wakilnya.
Selama proses likuidasi, MSN diketahui menarik dana dividen sebesar lebih dari Rp1 miliar dari PT. Astiku Sakti untuk kebutuhan operasional PT. KTE. Sementara itu, HD, secara bertahap, melakukan penarikan dana sebesar Rp37,4 miliar tanpa melalui mekanisme rapat ataupun persetujuan tim. Semua dana itu ditransfer langsung ke rekening atas nama Tim Likuidator.
“Total dana yang ditarik tanpa prosedur mencapai Rp38.453.942.060. Dana ini tidak pernah disetorkan ke PT. KTI sebagai pemegang saham, ataupun ke kas daerah Pemkab Kutai Timur,” jelas Alfano.
Koordinator Kejati Kaltim, Indra Rivani, menambahkan bahwa berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian negara setara dengan jumlah dana yang ditarik secara ilegal tersebut.
HD, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Juni 2025, hingga kini belum menjalani penahanan dengan alasan kesehatan.
“Tersangka diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak menyetorkan hasil likuidasi ke kas daerah, dan menggunakan dana hasil penarikan secara langsung, padahal itu bukan kewenangan tim likuidator,” tegas Indra.
Kejati Kaltim memastikan bahwa penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi, khususnya di lingkungan BUMD, akan terus dilanjutkan secara serius. Langkah ini penting untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, serta integritas pengelolaan keuangan daerah.
Dalam kasus ini, kedua tersangka disebut melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dengan penahanan MSN, Kejati Kaltim menegaskan keseriusannya untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang melibatkan BUMD. Upaya ini sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa setiap pelanggaran terhadap amanat publik akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.