
AksaraMedia.com | SAMARINDA – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur yang baru dilantik, Assoc. Prof. Dr. Supardi, SH., MH., langsung mencatat gebrakan besar dalam penegakan hukum. Hanya dua pekan setelah resmi menjabat, Kajati Supardi berhasil mengungkap kembali kasus korupsi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kutai Timur yang telah mengendap sejak tahun 2014, dengan total kerugian negara mencapai Rp38 miliar.
Langkah tegas Kajati Supardi berbuah penetapan dan penahanan terhadap seorang tersangka berinisial MSN. Tersangka diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Likuidator PT Kutai Timur Energi (KTE), salah satu BUMD yang terlibat dalam perkara ini. Penanganan cepat ini menjadi sinyal kuat dari komitmen Kajati dalam membersihkan praktik-praktik korupsi yang selama ini merugikan daerah.
Keberhasilan ini mendapat sorotan positif dari berbagai kalangan, termasuk akademisi. Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Dr. Nur Arifudin, SH., MH., menyebut tindakan Kajati Supardi sebagai “shock therapy” yang dibutuhkan di Kalimantan Timur. Menurutnya, langkah ini bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan moral dalam sistem penegakan hukum di daerah yang kini menjadi sorotan nasional berkat proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Kita sering mendengar kasus-kasus korupsi yang macet di tengah jalan. Penetapan tersangka ini seperti alarm keras agar semua pihak membuka mata,” ujar Nur Arifudin, Sabtu (2/8/2025).
Nur menegaskan bahwa kasus korupsi seperti ini adalah ancaman nyata bagi pembangunan daerah. Apalagi, Kalimantan Timur kini menjadi pusat perhatian nasional. Ia mendorong aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan, untuk tidak ragu membawa kasus seperti ini hingga ke pengadilan jika alat bukti sudah memadai.
“Penegakan hukum tak boleh ditunda. Jaksa harus berani membawa kasus ke pengadilan agar tidak ada lagi status hukum yang menggantung bertahun-tahun,” jelasnya.
Nur juga menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam membangun kepercayaan publik. Menurutnya, proses hukum yang berlarut-larut hanya akan memperdalam ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Dalam pandangan Nur, latar belakang akademis Supardi menjadi kekuatan tersendiri. Sebagai dosen hukum yang telah mengajar di berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Mulawarman, Supardi dianggap sebagai sosok yang mampu berpikir sistematis, dan memiliki komitmen terhadap integritas hukum.
“Beliau bukan hanya praktisi, tapi juga akademisi. Harapannya, beliau mampu membawa perubahan kultur di lembaga hukum,” tambah Nur.
Keberhasilan ini dinilai bisa menjadi pemicu bagi penanganan berbagai kasus korupsi lain yang masih tertunda. Publik berharap, langkah berani Kajati Supardi dapat menginspirasi institusi lain untuk bersinergi dalam penegakan hukum yang lebih tegas, adil, dan cepat.
“Sudah saatnya tak ada lagi perkara yang dibiarkan mengambang tanpa kejelasan hukum,” pungkas Nur Arifudin.
Dengan penanganan yang kini memasuki babak baru, kasus BUMD Kutai Timur menjadi contoh penting bahwa hukum bisa ditegakkan, bahkan terhadap kasus-kasus yang sempat dianggap telah tenggelam dalam waktu.