
Foto : Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) bersama Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura menggelar konferensi pers di ruang Sekretaris Dinas Pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud), Jalan Lais Timbau, Kecamatan Tenggarong, Sabtu (7/9/2025).
Tenggarong, AksaraMedia.com – Menjelang pelaksanaan Festival Erau Adat Kutai 2025, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) bersama Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura resmi mengumumkan identitas utama festival yang akan digelar September mendatang. Dalam konferensi pers di ruang Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Jalan Lais Timbau, Kecamatan Tenggarong, Sabtu (7/9/2025), dipaparkan secara rinci makna logo, tema, lagu resmi, serta susunan prosesi adat yang akan berlangsung selama sepekan penuh.
Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrilian Noor, menegaskan pentingnya pemisahan antara acara sakral dengan kegiatan seremonial. Ia mengingatkan pengalaman teknis tahun-tahun sebelumnya yang menimbulkan kesalahpahaman.
“Acara sakral adalah ranah Kesultanan, sementara pemerintah melalui EO hanya mendampingi kegiatan yang bersifat seremonial. Jadi harus dipisahkan agar tidak terjadi kesalahpahaman,” tegas Thauhid.
Tahun ini, Festival Erau mengusung tema “Menjaga Marwah Peradaban Nusantara”. Tema tersebut menekankan peran adat istiadat sebagai identitas bangsa.
“Jika budaya hilang, maka hilang pula identitas kita dari peradaban. Karena itu, marwah peradaban ini harus dijaga melalui adat istiadat seperti Erau,” tambahnya.
Identitas visual juga mendapat perhatian khusus. Logo Erau 2025 resmi berbentuk ketopong atau mahkota Sultan, simbol kekuasaan sekaligus pengakuan adat. Logo ini menegaskan bahwa pelaksanaan Erau adalah kehendak Sultan, merujuk pada sejarah Aji Batara Agung Dewa Sakti yang menerima perintah lewat mimpi untuk menggelar Erau pada usia tujuh tahun.
Selain logo, pihak panitia juga memperkenalkan lagu resmi bertajuk “Adat Kutai”, karya seniman Ahmad Sofian. Lagu yang pernah populer di masa lalu itu kini direkam ulang dan dipersembahkan oleh Komunitas Musisi Kota Raja, dengan proses rekaman dilakukan di lingkungan Kedaton Kesultanan.
Pangeran H. Heriansyah, selaku Ketua Panitia Erau 2025 dari pihak Kesultanan, merinci rangkaian prosesi adat. Ia menyebut kegiatan dimulai sejak 5 September dengan ziarah ke makam raja dan sultan di sekitar Kraton, dilanjutkan ke Kutai Lama. Prosesi besawai juga digelar sebagai bentuk pemberitahuan kepada alam gaib bahwa Erau segera dimulai.
“Prosesi ini adalah tradisi turun-temurun sejak era Aji Batara Agung Dewa Sakti. Dulu berlangsung hingga 40 hari, kini dipersingkat menjadi tujuh hari saja. Namun maknanya tetap sama, yaitu menjaga warisan leluhur,” jelas Pangeran Heriansyah.
Prosesi akan mencapai puncaknya dengan haul jama di Kedaton pada 17 September, sebagai doa bersama untuk para leluhur, serta beluluh Sultan pada 18 September, yang dimaknai sebagai pembersihan diri Sultan dari energi negatif menuju aura positif dalam memimpin masyarakat.
Menutup konferensi pers, Ayahanda Sultan Kutai Kartanegara, H. Muhammad Arifin, menegaskan kembali agar publik memahami perbedaan ranah antara sakral dan hiburan.
“Erau adalah prosesi sakral. Tolong dipisahkan antara yang sakral dengan yang bersifat seremonial. Kesultanan hanya menjaga yang sakral, sementara urusan teknis hiburan adalah tanggung jawab pihak penyelenggara,” katanya.
Festival Erau 2025 diharapkan bukan sekadar ajang budaya, tetapi juga momentum memperkuat identitas Kutai sebagai bagian penting dari peradaban Nusantara, terlebih dengan kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang mempertegas posisi strategis wilayah ini.
Wartawan : Kusma
Editor : leeya