
Antrian SPBU di Balikpapan.
Aksaramedia.com, BALIKPAPAN – Gelombang ketidakpuasan masyarakat semakin mengkristal menyusul kelangkaan BBM jenis Pertamax dan Pertamax Turbo yang telah berlangsung selama empat hari terakhir di Balikpapan. Situasi ini tidak hanya menimbulkan antrean panjang di berbagai SPBU, tetapi juga mulai mengganggu aktivitas ekonomi dan mobilitas warga kota. Pengurus Cabang Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Balikpapan secara tegas menyuarakan keprihatinan mendalam atas krisis energi ini dan menuntut Pertamina untuk menunjukkan tingkat akuntabilitas yang lebih tinggi dalam menangani masalah tersebut.
David Purba, Ketua JMSI Balikpapan, menggambarkan situasi yang dihadapi masyarakat dengan jelas. “Antrean kendaraan yang ingin mengisi BBM masih terlihat mengular hingga sepanjang beberapa kilometer hingga Senin malam (19/5) lalu. Yang lebih memprihatinkan, informasi dari beberapa operator SPBU menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak menerima pasokan Pertamax dalam beberapa hari terakhir,” paparnya. David secara khusus menyoroti sikap Pertamina yang dinilai kurang responsif dalam memberikan penjelasan yang memadai kepada publik. Ironisnya, justru institusi seperti DPRD Balikpapan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang lebih aktif memberikan tanggapan, meskipun bukan menjadi penanggung jawab langsung distribusi BBM.
Dampak kelangkaan ini telah meluas ke berbagai sektor. “Ini bukan lagi sekadar persoalan antrean panjang di SPBU. Efek domino sudah mulai terasa di sektor transportasi, logistik, bahkan aktivitas ekonomi skala kecil. Banyak pengusaha mikro yang mengeluhkan terganggunya operasional bisnis mereka karena kesulitan mendapatkan BBM berkualitas,” tegas David. Ia juga mengingatkan bahwa ini merupakan ujian kedua bagi Pertamina dalam waktu singkat, setelah sebelumnya terjadi kasus kerusakan massal kendaraan yang diduga terkait kualitas BBM beberapa waktu lalu.
JMSI Balikpapan secara resmi mendesak Pertamina untuk segera mengambil langkah-langkah konkret. Organisasi ini menuntut keterbukaan informasi yang lebih besar mengenai akar masalah kelangkaan, termasuk data rinci tentang rantai distribusi, kapasitas penyimpanan, dan rencana pemulihan pasokan. Selain itu, diperlukan juga mekanisme kompensasi yang jelas bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat kelangkaan ini, serta evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi BBM di wilayah Kalimantan. “Masyarakat tidak bisa terus-menerus diberi janji dan permintaan maaf. Saatnya Pertamina menunjukkan tindakan nyata dan transparansi dalam menyelesaikan masalah ini,” tegas David.
Menanggapi berbagai kritik tersebut, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan melalui Edi Mangun menyatakan bahwa proses normalisasi pasokan telah dimulai. “Kami telah memulai proses pengisian ulang stok di berbagai SPBU sejak Senin malam (19/5) pukul 23.54 WITA. Armada tangki pengangkut telah bersandar dan melakukan proses bongkar muat, sementara pasokan dari Samarinda juga terus kami optimalkan,” jelas Edi. Pertamina berjanji akan terus memantau perkembangan situasi hingga pasokan benar-benar stabil dan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Namun, janji ini belum sepenuhnya meredakan ketegangan di masyarakat. Banyak warga yang masih skeptis melihat kemampuan Pertamina dalam mengatasi masalah struktural di sektor distribusi BBM. Para pengamat energi juga mulai mempertanyakan apakah model distribusi saat ini masih sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kalimantan yang terus berkembang. Krisis kali ini semakin menguatkan argumen perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem logistik dan distribusi BBM di wilayah timur Indonesia, termasuk peningkatan kapasitas penyimpanan dan diversifikasi sumber pasokan.
Di tengah situasi yang masih tegang ini, JMSI Balikpapan berkomitmen untuk terus melakukan fungsi pengawasannya. Organisasi ini akan memantau perkembangan situasi dan mendorong dialog terbuka antara Pertamina, pemerintah daerah, dan masyarakat. “Kami akan terus menyuarakan kepentingan masyarakat dan mendorong transparansi dalam setiap proses pengambilan kebijakan terkait energi,” pungkas David, menegaskan peran media sebagai jembatan antara masyarakat dan pemangku kepentingan. (*)