
Anggota DPRD Kalimantan Timur dari Daerah Pemilihan Kutai Kartanegara, Muhammad Husni Fahruddin.
Aksaramedia.com, KUTAI KARTANEGARA — Kekerasan yang menimpa Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nur, serta beberapa warga lainnya dalam sebuah insiden pada Minggu, 8 Juni 2025, menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Di antara yang bersuara lantang adalah anggota DPRD Kalimantan Timur dari Daerah Pemilihan Kutai Kartanegara, Muhammad Husni Fahruddin, yang akrab disapa Ayub.
Penyerangan itu diduga dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai Forum Muara Muntai Bersatu, dalam momentum halal bihalal yang seharusnya menjadi ajang silaturahmi dan mempererat persaudaraan warga. Ironisnya, peristiwa tersebut justru berubah menjadi kekacauan yang menyebabkan kepala desa mengalami luka serius.
Ayub menilai peristiwa itu sangat memprihatinkan karena terjadi di antara sesama warga hulu Mahakam, sebuah kawasan yang selama ini dikenal harmonis dan saling mendukung.
“Saya sangat menyayangkan kejadian ini, apalagi ini terjadi antar sesama warga hulu Mahakam yang seharusnya saling mendukung, bukan saling melukai,” tegas Ayub dalam keterangannya pada Senin (9/6/2025).
Lebih lanjut, Ayub menekankan bahwa tindakan kekerasan semacam ini tidak boleh dibiarkan berkembang karena berisiko memicu konflik horizontal yang lebih besar. Ia pun menegaskan bahwa pola-pola premanisme harus segera ditinggalkan demi menjaga persatuan masyarakat.
“Cara-cara premanisme harus kita tinggalkan. Masyarakat seharusnya bersatu, bukan malah diadu domba oleh kepentingan kelompok tertentu atau oknum yang hanya mengejar keuntungan pribadi,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan bahwa potensi sumber daya alam (SDA) yang besar di Kutai Kartanegara, khususnya di wilayah hulu, seharusnya bisa menjadi alat pemersatu, bukan pemicu konflik.
“Ketika SDA kita dikeruk begitu dahsyat, seharusnya kita bersatu untuk memperjuangkan hak dan manfaat bagi masyarakat, bukan malah bertikai,” tambah Ayub, yang kini menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kaltim.
Ia kemudian mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan tegas dalam menangani kasus ini. Penindakan yang tegas diyakini dapat mencegah konflik serupa meluas ke desa-desa lain di sekitarnya.
“Saya mendorong aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya untuk bertindak cepat dan tegas, jangan biarkan ini berkembang jadi konflik yang lebih besar,” katanya.
Tak hanya itu, Ayub juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya, serta tidak menjadi alat bagi pihak-pihak yang memiliki agenda tersembunyi.
“Jangan mau dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka hanya mencari keuntungan sesaat, sementara masyarakat dibiarkan saling menyakiti,” imbaunya dengan tegas.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat di Muara Muntai Ilir dan kawasan hulu Mahakam untuk kembali bersatu, fokus pada pembangunan, dan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan warga.
“Kita harus fokus pada pemberdayaan masyarakat. Hentikan konflik, mari kita bangun desa dan sejahterakan warga bersama-sama,” tandas Ayub.
Sementara itu, Arifadin Nur, Kepala Desa Muara Muntai Ilir yang menjadi korban kekerasan, telah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Kutai Kartanegara, juga pada Minggu (8/6/2025). Laporan itu dilayangkan tak lama setelah kejadian penyerangan oleh sekelompok massa yang menurutnya berasal dari luar desa.
Dalam pernyataannya kepada awak media pada Senin (9/6/2025), Arifadin mengungkapkan bahwa kekerasan terjadi saat acara halal bihalal berlangsung. Ia mengalami luka serius setelah dipukul menggunakan balok kayu, bahkan rumahnya turut dirusak oleh para pelaku.
“Kami telah melaporkan kejadian penyerangan ini dengan harapan bisa diproses sesuai hukum yang berlaku,” ujar Arifadin.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak medis telah melakukan visum, dan dirinya tinggal menunggu proses pemeriksaan resmi atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik.
“Saya sudah divisum dan tinggal menunggu proses BAP. Kami berharap laporan ini ditindaklanjuti secepatnya,” imbuhnya.
Peristiwa ini menjadi peringatan keras bahwa konflik yang dilatari kepentingan kelompok tidak boleh dibiarkan merusak tatanan sosial di masyarakat. Penegakan hukum yang adil dan cepat menjadi harapan semua pihak agar kedamaian dan keharmonisan di kawasan hulu Mahakam dapat segera dipulihkan. (*)