
AksaraMedia.com | Kutai Kartanegara – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) kembali menyoroti tantangan serius dalam struktur pendapatan daerah. Dalam evaluasi keuangan tahun anggaran 2024, Bupati Kukar menegaskan bahwa ketergantungan daerah terhadap Dana Bagi Hasil (DBH)—terutama dari sektor minyak, gas, dan batu bara—masih menjadi persoalan utama yang belum sepenuhnya teratasi.
Dalam penyampaian resminya, Bupati membeberkan bahwa komposisi pendapatan Kukar saat ini terdiri atas tiga komponen utama: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), dan sumber pendapatan sah lainnya. Sayangnya, dari ketiganya, porsi terbesar masih bergantung pada dana bagi hasil yang sebagian besar berasal dari sumber daya alam yang sifatnya tidak terbarukan.
“Memang ketergantungan kita terhadap dana bagi hasil itu sangat tinggi. Komponen terbesar berasal dari minyak, gas, dan batubara,” ujarnya.
Situasi menjadi lebih kompleks ketika pasar global mengalami penurunan, terutama harga batu bara yang belakangan ini terus melemah. Sejumlah perusahaan tambang yang sebelumnya menyumbang pendapatan cukup besar untuk Kukar diketahui mulai mengurangi produksi karena harga pasar yang menurun. Hal ini otomatis berdampak langsung terhadap penurunan nilai royalti yang diterima daerah melalui skema DBH.
“Kalau produksinya turun, otomatis royalti yang diterima melalui dana bagi hasil juga menurun. Ini jelas akan berpengaruh pada pendapatan daerah kita,” tambahnya.
Meski pemerintah daerah terus menggenjot PAD, Bupati mengakui bahwa capaian sejauh ini masih belum mampu menyaingi kontribusi DBH. Struktur ekonomi yang sangat bergantung pada sektor ekstraktif dianggap bukanlah solusi jangka panjang yang sehat bagi keuangan daerah.
“Pendapatan asli daerah kita memang masih rendah karena ketergantungan terhadap dana bagi hasil yang sangat tinggi,” tegasnya.
Sebagai respons, Pemkab Kukar mulai melakukan berbagai langkah konkret. Salah satu strategi awal adalah dengan meminta perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Kukar untuk menggunakan kendaraan dengan pelat nomor Kukar, dan memastikan dokumen operasional bahan bakar (DO) tercatat atas nama daerah.
“Dua hal ini saja sudah cukup berdampak besar terhadap pendapatan kita dari dana bagi hasil,” jelas Bupati.
Langkah ini dianggap sebagai solusi jangka pendek sambil pemerintah daerah mengembangkan sektor-sektor ekonomi non-ekstraktif sebagai alternatif andalan pendapatan masa depan. Sejumlah sektor yang menjadi prioritas antara lain pariwisata, pertanian, UMKM, dan koperasi.
“Kita tetap menginisiasi sektor-sektor non-ekstraktif. Pariwisata, UMKM, dan pertanian akan kita galakkan,” ujarnya lagi.
Transformasi ekonomi Kukar ke arah yang lebih beragam ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka menengah dan panjang, tidak hanya dalam aspek peningkatan pendapatan daerah tetapi juga dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Pemkab menyadari bahwa membangun fondasi ekonomi yang tahan guncangan membutuhkan waktu dan strategi menyeluruh, mulai dari regulasi yang mendukung, pembangunan infrastruktur, hingga peningkatan kapasitas pelaku ekonomi lokal. Dengan demikian, Kukar bisa secara perlahan mengurangi ketergantungan terhadap sektor tambang yang fluktuatif dan terbatas secara alamiah.