Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kutai Kartanegara (Kukar) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) menghentikan upaya eksploitasi anak dibawah umur, pada senin (08/09/2025).
Tenggarong, AksaraMedia.com – Upaya melindungi anak dari tindakan eksploitasi kembali digencarkan di Kutai Kartanegara. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) melakukan operasi penertiban di kawasan Turapan, Timbau, Tenggarong, setelah mendapat laporan adanya praktik eksploitasi anak di bawah umur.
Kepala Satpol PP Kukar, Affan Boma Pratama, melalui Kabid Penegakan Peraturan Daerah dan Ketertiban Umum (PPHD), Rasidi, mengungkapkan pihaknya menerima laporan melalui layanan Siaga24 Lapor Pol PP Kukar pada Senin sore (8/9/2025). Dalam laporan tersebut, disebutkan ada aktivitas perdagangan dan meminta-minta yang melibatkan anak-anak.
“Setelah dicek, benar ada 4 orang anak yang dilibatkan. Orang tuanya berasal dari Jeneponto, sementara identitasnya menggunakan KTP Balikpapan. Mereka mengaku sudah sekitar sebulan bolak-balik antara Samarinda dan Tenggarong untuk berjualan, namun anak-anak justru ikut diperkerjakan,” jelas Rasidi.
Petugas mendapati fakta bahwa empat anak itu dipaksa membantu orang tua mereka untuk berjualan sekaligus meminta-minta di kawasan Titik Nol Taman Tanjung Tenggarong. Tindakan tersebut jelas melanggar Perda Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak, khususnya pasal 32 dan 33 yang menegaskan larangan mempekerjakan anak di bawah umur.
Karena kasus ini melibatkan warga luar daerah, Satpol PP Kukar berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui DP3A untuk penanganan lebih lanjut. Rasidi menegaskan bahwa penindakan tidak hanya sebatas penghentian kegiatan, namun juga akan diikuti langkah pembinaan dan perlindungan anak.
Sementara itu, perwakilan DP3A Kukar, Hero Suprayetno, menuturkan pihaknya terus melakukan pencegahan melalui program sosialisasi di sekolah maupun desa. “Kami rutin turun ke sekolah, baik di MAN 2, SMA 2, maupun beberapa sekolah di kecamatan. Tujuannya agar anak-anak, guru, dan orang tua semakin paham tentang bahaya eksploitasi dan kekerasan seksual,” ujarnya.
Rasidi menambahkan, pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan di titik-titik rawan eksploitasi anak. Ia juga mengajak peran serta masyarakat dalam pencegahan. “Kami punya layanan siaga 24 jam. Kalau ada laporan, pasti kami tindak lanjuti segera. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab bersama menjaga generasi muda,” tegasnya.
Kasus ini menjadi alarm penting bahwa praktik eksploitasi anak masih terjadi, bahkan dilakukan oleh orang tua kandung dengan dalih ekonomi. Aparat berharap peristiwa di Tenggarong dapat membuka mata masyarakat bahwa perlindungan anak harus menjadi prioritas utama.
Wartawan : Kusma
editor : leeya
